20 Maret 2012

TALAQ alias CERAI


Nyeri-nyeri moal benang di ubaran
Kajen tutumpuran paeh ge teu panasaran
Mempeng ngora keneh
Mempeng urang can batian
Pek geura serahkeun
Talak tilu sakalian

Seorang perempuan bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya suamiku telah menceraikan aku, yaitu talak tiga. Lalu aku menikah dengan orang lain, kemudian ia mencampuriku. Tidak ada padanya, kecuali seperti ujung pakaian. Dia tidak mendekatiku, kecuali hanya sekali, dan tidak sampai kepadaku sedikit pun. Apakah aku boleh kembali kepada suamiku yang pertama?”


فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَحِلِّيْنَ لِزَوْجِكَ اْلأَوَّلِ حَتَّى يَذُوْقَ اْلآخِرُ عُسَيْلَتَكِ وَتَذُوْقِي عُسَيْلَتَهُ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu tidak boleh kembali kepada suamimu yang pertama hingga suamimu yang kedua merasakan “madu”-mu dan engkau merasakan “madu”-nya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)*

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang telah menceraikan istrinya tiga kali. Lalu istrinya dinikahi oleh laki-laki lain, kemudian suaminya (yang baru) menutup pintu dan menurunkan gordennya, lalu mentalaknya sebelum dia mencampurinya.


قَالَ: لاَ تَحِلُّ لِلْأَوَّلِ حَتَّى يُجَامِعَهَا اْلآخِرُ

Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Sang wanita) tidak halal bagi suami yang pertama hingga suami yang kedua mencampurinya.” (HR. An-Nasa’i)


*) Catatan: Suami yang pertama tidak boleh kembali kepada istrinya -yang telah dia talak tiga kali sebelum istrinya menikah dengan lelaki lain- kecuali setelah suami yang baru menceraikan si wanita setelah mencampurinya.

Jika seorang suami menceraikan istrinya dengan cerai satu atau dua maka sang suami berhak untuk melakukan rujuk dengan istri, selama masih masa iddah, baik istri ridha maupun tidak ridha. Namun, jika talak tiga sudah jatuh maka sua...mi tidak memiliki hak untuk rujuk kepada istrinya, sampai sang istri dinikahi oleh lelaki lain. Allah berfirman,


فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ

“Jika dia mentalak istrinya (talak tiga) maka tidak halal baginya setelah itu, sampai dia menikah dengan lelaki yang lain ….” (Q.S. Al-Baqarah:230)

Pernikahan wanita ini dengan lelaki kedua bisa menjadi syarat agar bisa rujuk kepada suami pertama, dengan syarat :

Pertama :
Dalam pernikahan yang dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara sang wanita dengan suami kedua. Berdasarkan hadis dari Aisyah, bahwa ada seorang sahabat yang bernama Rifa’ah, yang menikah dengan seorang wanita. Kemudian, dia menceraikan istrinya sampai ketiga kalinya. Wanita ini, kemudian menikah dengan lelaki lain, namun lelaki itu impoten dan kurang semangat dalam melakukan hubungan badan.

Dia pun melaporkan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan harapan bisa bercerai dan bisa kembali dengan Rifa’ah. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu ingin agar bisa kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh! Sampai kamu merasakan madunya dan dia (suami kedua) merasakan madumu.” (H.R. Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, dan At-Turmudzi)

Yang dimaksud “kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu” adalah melakukan hubungan badan.


Kedua :
Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari mantan suami maupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan semacam ini disebut sebagai “nikah tahlil“; lelaki kedua yang menikahi sang wanita, karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“. Hukum nikah tahlil adalah haram, dan pernikahannya dianggap batal.



Ibnu Qudamah mengatakan, “Nikah muhallil adalah haram, batal, menurut pendapat umumnya ulama. Di antaranya: Hasan Al-Bashri, Ibrahim An-Nakha’i, Qatadah, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, dan Imam Asy-Syafi’i.” (Al-Mughni, 7:574)



Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang menjadi muhallil dan muhallal lahu. Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (H.R. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Bahkan, telah termasuk tindakan “merekayasa” ketika ada seorang lelaki yang menikahi wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan niat untuk dicerai agar bisa kembali kepada suami pertama, meskipun suami pertama tidak mengetahui.

Ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar, bahwa ada seseorang datang kepada beliau dan bertanya tentang seseorang yang menikahi seorang wanita. Kemudian, lelaki tersebut menceraikan istrinya sebanyak tiga kali. Lalu, saudara lelaki tersebut menikahi sang wanita, tanpa diketahui suami pertama, agar sang wanita bisa kembali kepada saudaranya yang menjadi suami pertama. Apakah setelah dicerai maka wanita ini halal bagi suami pertama? Ibnu Umar memberi jawaban, “Tidak halal. Kecuali nikah karena cinta (bukan karena niat tahlil). Dahulu, kami menganggap perbuatan semacam ini sebagai perbuatan zina di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”



(H.R. Hakim dan Al-Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani)



Allahu a’lam.

Sumber:
Fatawa Rasulullah: Anda Bertanya Rasulullah Menjawab, Tahqiq dan Ta’liq oleh Syekh Qasim Ar-Rifa’i, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, Pustaka As-Sunnah, Cetakan Ke-1, 2008. .

1 komentar:

  1. Ilmu yang bermanfaat... Semoga Barokah. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk setiap keluarga Muslim.

    <'@II< maH-Taj ^_^ !!

    BalasHapus