18 Oktober 2011

Sisi [Gelap] Lain Facebook





Dibawah ini adalah pengakuan seorang istri yang menulis pada catatan facebooknya tentang dirinya yang terjebak perselingkuhan dan perzinahan akibat facebook,semoga bisa kita jadikan renungan dan kita bisa petik pelajaran.  

Nama da Lokasi sengaja  saya samarkan agar tidak ada pihak yang merasa terhina 
----------------------------------------------
Pernikahanku dengan Arjuna sudah memasuki tahun ke 15 Selama itu hubunganku dengan Arjuna sangat harmonis. Apalagi dengan kehadiran tiga buah hati kami. Namun, petaka di dalam keluargaku mulai muncul tatkala aku mengenal facebook (FB). Gara-gara jejaring sosial inilah impianku untuk membangun rumah tangga yang utuh berantakan. Aku yang sehari-hari hanya sebagai ibu rumah tangga tergoda dengan rayuan lelaki lain melalui FB.



Cerita ini berawal ketika 2010 lalu aku diperkenalkan oleh suamiku tentang facebook. Saat itu, aku yang hanya bekerja di dalam rumah seakan mendapat hiburan baru. Suamiku pun senang, karena melihat diriku tidak bosan menjaga anak di rumah.

Sebulan mengenal facebook, aku menilai tak ada yang istimewa pada jaringan sosial ini. Namun, setelah mengenal chat (ngobrol), aku mulai menikmatinya. Apalagi banyak yang ingin berkenalan denganku. Baik itu laki-laki, maupun ibu-ibu. 


Wajahku memang ayu. Kulitku putih bersih. Saat ini usiaku sekitar 37 tahun. Aku memasang foto profil yang cukup menarik di facebook. Mungkin ini yang membuat banyak orang yang tertarik untuk berkenalanlebih jauh denganku. Dari sekian banyak lelaki yang menyapa aku di facebook, ada beberapa lelaki yang mengaku tertarik kepadaku. Walaupun saat itu aku mengatakan bahwa aku sudah punya anak dan suami, Sehingga mereka tidak pantas untuk menyukaiku


Awalnya aku bertekad untuk tidak tergoda dengan bujuk rayu sejumlah lelaki di facebook. Namun, setelah aku mengenal Karna semuanya berubah.
Karna adalah seorang PNS yang mendapat beasiswa S2 tingkat akhir salah satu PTN , berasal dari luar Jawa. Wajahnya tampan setampan suamiku, cerdas dan kaya. Dari postingannya aku dapat menilai, ia lelaki yang sudah menikah ini sangat religious. Karna betul-betul mampu menggoyahkan imanku.

Bahasanya yang santun, dan caranya ia memerhatikanku di facebook telah membuat hati ini luluh. Setiap hari kami ngobrol lewat facebook. Bahkan kami saling bertukar pikiran tentang rumah tangga kami masing-masing.
Ya…boleh dibilang kami saling curhat-curhatan. Dari sinilah perasaan aneh muncul, baik saya maupun Karna. Akhirnya, Karna menyatakan sayangnya lewat chat dan ingin berjumpa denganku.

Aku yang sejak awal sudah tertarik dengan Karna tak mampu menolaknya. Namun, aku masih malu-malu menyatakan suka kepadanya.

 Setelah sekian bulan hanya chat di facebook, kami pun sepakat untuk bertemu. Kami kemudian melakukan pertemuan di salah satu restoran di dikawasan timur Jakarta. Saat itu Karna datang seorang diri, sementara aku membawa anak bungsuku.

Walaupun, aku menyukainya, aku tak ingin pertemuan kami menimbulkan fitnah. Perasaanku deg-degan saat bertemu dengan Karna. Ia pun menyapaku dengan suara berat. Ada yang lain muncul di dalam hatiku. Di tempat itu, Karna pun kembali menyatakan ketertarikannya kepadaku. Akupun menyatakan hal yang sama.

Pertemuan dengan Karna di restoran tersebut bukanlah hal yang terakhir. Sejak pertemuan itu, kami pun sering janjian untuk bertemu. Bahkan, kadang, aku bertemu dengan Karna seorang diri tanpa membawa anakku. Kebetulan di rumah aku memiliki seorang pembantu rumah tangga.

Rupanya, inilah awal dari keretakan rumah tanggaku dengan Arjuna. Aku sudah mulai jarang di rumah tanpa sepengetahuan Arjuna. Maklum, setiap hari Arjuna bekerja mulai dari pagi hingga malam. Sementara, kadang aku selalu bertemu dengan Karna dari siang hingga sore.

Karna telah membuka mataku tentang indahnya dunia ini. Ia mengajak aku shopping, wisata kuliner, dan mendatangi tempat- tempat hiburan lain. Ini semua kulakukan tanpa harus mengeluarkan duit. Aku seakan-akan sudah terjebak dalam kehidupan foya- foya.

Walaupun aku sering foya-foya dengan Karna, sikapku di rumah tetap seperti biasa. Aku tetap sebagai istri melayani suamiku ketika ia baru pulang dari kantor. Termasuk mengurus pakaian dan makanannya saat ia akan ke kantor di pagi hari.
Setelah jalan bareng dengan Karna selama dua bulan, aku pun tak mampu menolak ajakan Karna untuk bertemu di hotel. Saat itu Karna sudah membooking satu kamar di salah satu hotel berbintang di timur Jakarta. Sekitar pukul 11.00 WIB aku datang menemuinya di kamar itu. Setelah kami berbincang-bincang selama beberapa menit, aku tak kuasa ketika Karna memeluk tubuhku.

Akhirnya, aku pun terjebak dalam rayuan syetan, tergoda dan rela melakukan hubungan suami istri dengan lelaki yang bukan suamiku sendiri. Sejak peristiwa itu, kami sering melakukannya, dari satu hotel ke hotel yang lain. Aku pun begitu menikmati kehidupanku ini. Namun, di hatiku setiap hari berteriak. Aku tak rela mengkhianati suamiku yang sudah memberiku tiga orang anak. Apalagi ia begitu baik dan begitu memercayaiku. Ia pun sangat disenangi oleh keluargaku.

Aku ingin lepas dari kehidupan Karna yang harus kuakui telah memberi warna baru dalam hidupku. Ia pun mengaku tulus mencintaiku. Di depanku juga ia mengaku berdosa telah mengkhianati istrinya. Tapi, ia pun tak bisa meninggalkanku.
Bulan berganti bulan, kehidupanku tak ada yang berubah. Aku pun dan Karna masih tetap jalan bareng. Bahkan, aku semakin takut kehilangannya. Namun, peribahasa yang mengatakan, sepandai- pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga telah terbukti kepada diriku.

Sepandai-pandainya aku menyembunyikan hubungannya dengan Karna, akhirnya ketahuan juga oleh suamiku. Aku, ketahuan selingkuh setelah suamiku membaca SMS Karna yang berisi kata-kata mesra. Ia pun memaksa aku untuk mengaku.
Aku saat itu tak bisa berbuat apa-apa. Apalagi suamiku langsung menghubungi nomor ponsel Karna. Awalnya Karna membantah, dan mengatakan bahwa ia dan diriku hanya berteman. Namun, setelah diancam oleh suamiku, Karna mengakuinya dan meminta maaf.

Namun, suamiku sudah terlanjur sakit. Ia pun langsung menceraikanku. Saat ini aku, dan Arjuna masih dalam tahap perceraian.

Namun, dalam doaku setiap selesai shalat aku memohon maaf kepada Allah SWT, kepada suamiku, kepada anak-anakku dan kepada keluargaku karena aku telah menyia-nyiakan cinta mereka. Aku ikhlas menerima ini semua atas konsekuensi dari perbuatanku sendiri.
Namun, aku masih tetap berharap untuk bisa kembali bersama dengan Arjuna, dan akan aku buktikan untuk menjadi istri yang baik."
---------------------------------------------------------------------------
Sejatinya Teknologi diciptakan untuk mempermudah manusia dalam kehidupannya sehari hari,tapi sayang,kenyataannya kita sendiri yang menyalah gunakan teknologi tersebut untuk hal-hal yang tidak baik,karena menurut data yang ada,sumber perceraian terbesar dunia saat ini adalah perselingkuhan via FACEBOOK disusul oleh TWITTER dan SMS,





Waktu-waktu Mustajab untuk Berdoa

Alhamdulilllah, segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam ini.
Dialah Yang Maha Mengetahui keadaan hamba-Nya. Dia pulalah Yang Maha Mengetahui segala kebutuhan hamba-Nya. Dia juga mengetahui bahwa para hamba-Nya lemah sangat butuh terhadap pertolongan. Oleh karena itu, Dia memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, sekaligus berjanji akan mengabulkan doa dan permohonan mereka kepada-Nya apabila terpenuhi syarat-syarat dan adab-adabnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):

“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mu’min: 60)

Para pembaca rahimakumullah, dalam ayat diatas Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, dan berjanji akan mengabulkan doa hamba-Nya. Bahkan sebaliknya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam para hamba-Nya yang enggan untuk berdoa kepada-Nya karena telah jatuh kepada sifat kesombongan.
Para dasarnya, kita boleh berdoa kapan dan dimana saja. Akan tetapi, di sana ada waktu-waktu tertentu yang mempunyai nilai lebih untuk dikabulkannya doa.
Di antara waktu-waktu tersebut adalah:

1. Malam (lailatul) Qadar

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, apa petunjukmu bila aku mendapati malam (laitul) Qadar itu, apa yang harus aku ucapkan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ucapkanlah (doa):
« اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي ».

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai perbuatan memberi maaf, maka maafkanlah aku.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan An-Nasa`i dalam Al-Kubra)

2. Di sepertiga malam yang akhir dan di waktu sahur



Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan salah satu sifat para hamba-Nya yang beriman dalam firman-Nya (artinya):

“Dan pada waktu akhir malam (waktu sahur) mereka memohon ampun.” (Adz-Dzariyat: 18)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
« يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ » .

“Rabb kita Yang Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang akhir seraya berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku mengabulkan doanya. Siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku berikan apa yang dimintanya. Siapa yang minta ampun kepada-Ku maka aku akan mengampuninya’.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)

3. Di akhir shalat fardhu



Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pernah ada yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, doa apakah yang didengarkan (dikabulkan)?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
« جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ »

“Doa yang dipanjatkan di tengah malam yang akhir dan di akhir shalat wajib.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa`i dalam Al-Kubra)

Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan kata ((دُبُرَ)) dalam hadits diatas. Apakah maksudnya sebelum salam atau setelah salam dari shalat?

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam kitabnya, Zadul Ma’ad, 1/378:

“(( وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ)) bisa jadi maksudnya sebelum salam dan bisa jadi setelahnya. Adapun Syaikh kami (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah) menguatkan pendapat yang menyatakan sebelum salam.”

Sedangkan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berpandangan di akhir setiap shalat fardhu adalah sebelum salam, sehingga doa itu dipanjatkan setelah selesai membaca tasyahhud akhir dan shalawat sebelum mengucapkan salam sebagai penutup ibadah shalat. Beliau rahimahullah berkata: “Riwayat yang menyebutkan adanya doa yang dibaca di ((دُبُر الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَات)), berarti doa itu dibaca sebelum salam. Sedangkan dzikir yang dinyatakan untuk dibaca di ((دُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ)), maka maksudnya dzikir itu dibaca setelah selesainya shalat. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya): “Apabila kalian telah selesai dari mengerjakan shalat, berdzikirlah kalian kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring diatas lambung-lambung kalian.” (An-Nisa`: 103)

4. Antara adzan dan iqamah

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« لاَ يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ ».

“Tidak tertolak doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah.” (HR. Abu Dawud)

5. Satu waktu di malam hari

Jabir radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ ».

“Sesungguhnya pada malam hari ada satu waktu yang tidaklah bersamaan dengan itu seorang muslim meminta kepada Allah kebaikan dari perkara dunia dan akhirat, melainkan Allah akan mengabulkan permintaan tersebut, dan itu ada di setiap malam.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan: “Pada hadits tersebut terkandung adanya penetapan satu waktu mustajab pada setiap malam, dan anjuran untuk berdoa di waktu-waktu malam dengan harapan bertepatan dengan waktu mustajab tersebut.” (Al-Minhaj, 3/95)

6. Ketika terbangun di waktu malam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang terbangun di waktu malam lalu mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . الْحَمْدُ لِلَّهِ ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

Kemudian mengucapkan:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

Atau berdoa, maka dikabulkan (doanya). Dan jika berwudhu’ kemudian melaksanakan shalat maka shalatnya diterima.” (HR. Al-Bukhari)

Sebagian ulama mengatakan: “Dalam keadaan seperti ini lebih diharapkan terkabulkannya doa begitu juga diterimanya shalat dibandingkan waktu/keadaan yang lainnya.” (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 8/311)

7. Ketika dikumandangkannya adzan dan dirapatkannya barisan, berhadapan dengan barisan musuh di medan tempur

Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dua waktu/keadaan yang didalamnya dibukakan pintu-pintu langit dan jarang sekali tertolak doa yang dipanjatkan ketika itu, yaitu saat diserukan panggilan shalat (adzan) dan saat berada dalam barisan di jalan Allah (ketika berhadapan dengan musuh di medan perang, pent).” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqy dalam Al-Kubra)

8. Suatu waktu pada hari Jum’at



Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tentang hari Jum’at, beliau bersabda:
« إِنَّ فِى الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَقَالَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا يُزَهِّدُهَا».

“Sesungguhnya di hari Jum’at itu ada suatu waktu yang tidaklah waktu tersebut bertepatan dengan seorang muslim yang sedang melaksanakan shalat, lalu meminta kepada Allah suatu kebaikan, kecuali pasti Allah akan mengabulkannya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan dengan tangannya untuk menunjukkan singkatnya waktu tersebut. (Muttafaqun ‘alaihi)

Ulama berbeda pendapat tentang batasan waktunya. Ada yang mengatakan waktunya adalah saat masuknya khatib ke masjid. Ada yang mengatakan ketika matahari telah tergelincir, ada yang mengatakan setelah shalat ashar, dan ada pula yang mengatakan waktunya dari terbit fajar sampai terbit matahari. (Al-Minhaj, 6/379)

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Zadul Ma’ad (1/378), berpendapat bahwa pendapat yang lebih tepat dalam permasalahan ini adalah bahwa waktunya setelah shalat ashar, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya pada hari Jum’at itu ada suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim memohon suatu kebaikan kepada Allah, kecuali pasti Allah akan mengabulkannya, dan waktunya adalah setelah shalat ashar.” (HR. Ahmad)

9. Ketika sujud

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ ».

“Paling dekatnya seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang sujud maka perbanyaklah oleh kalian doa ketika sedang sujud.” (HR. Muslim)

10. Doa pada hari Arafah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ ».

“Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” (HR. At-Tirmidzi dan Al-Baihaqy)

Penutup

Doa adalah termasuk ibadah. Oleh karenanya, sudah semestinya kita mencukupkan dengan apa-apa yang telah dicontohkan oleh junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam pelaksanaannya.

Kisah Bincang-bincang Seorang Istri di Dunia Maya


Membaca tulisan di  http://jilbab.or.id/archives/403  dengan judul Bercerai-dari-suami-akibat-kecanduan-chatting , sungguh memilukan…..

 Kisah ini terjadi di Lebanon berdasarkan apa yang saya dengar lewat kajian bersama ustadz di majelis ilmu syar’i … Ustadz menguraikan kisah ini agar bisa menjadi perhatian bagi muslimah di sini (Sydney) agar mereka berhati-hati terhadap chatting ini dan tidak melayani sapaan dari laki-laki yang suka iseng menggoda lewat chatting ini…

 Beliau adalah seorang wanita muslimah yang alhamdulillah Allah karuniakan kepadanya seorang suami yang baik akhlak dan budi pekertinya. Di rumah ia pun memilki komputer sebagaimana keluarga muslim lainnya di mana komputer bukan lagi merupakan barang mewah di Lebanon. Sang suami pun mengajari bagaimana menggunakan fasilitas ini yang akhirnya ia pun mahir bermain internet. Yang akhirnya ia pun mahir pula chatting dengan kawan-kawanya sesama muslimah.

 Awalnya ia hanya chatting dengan rekannya sesama muslimah, … hingga pada suatu hari ia disapa oleh seorang laki-laki yang mengaku sama-sama tinggal dikota beliau.Terkesan dengan gaya tulisannya yang enak dibaca dan terkesan ramah. Sang muslimah yang telah bersuami ini akhirnya tergoda pada lelaki tersebut.

 Bila sang suami sibuk bekerja untuk mengisi kekosongan waktunya, ia akhirnya menghabiskan waktu bersama dengan lelaki itu lewat chatting, … sampai sang suami menegurnya setiba dari kerja mengapa ia tetap sibuk di internet. Sang istri pun membalas bahwa ia merasa bosan karena suaminya selalu sibuk bekerja dan ia merasa kesepian, … ia merahasiakan dengan siapa ia chatting .. khawatir bila suaminya tahu maka ia akan dilarang main internet lagi…. Sungguh ia telah kecanduan berchatting ria dengan lelaki tersebut.

 Fitnah pun semakin terjadi di dalam hatinya, .. ia melihat sosok suaminya sungguh jauh berbeda dengan lelaki tersebut, enak diajak berkomunikasi, senang bercanda dan sejuta keindahan lainnya di mana setan telah mengukir begitu indah di dalam lubuk hatinya.

 Duhai fitnah asmara semakin membara, … ketika ia chatting lagi sang laki-laki itu pun tambah menggodanya, .. ia pun ingin bertemu empat mata dengannya. Gembiralah hatinya, .. ia pun memenuhi keinginan lelaki tersebut untuk berjumpa. Jadilah mereka berjumpa dalam sebuah restoran, lewat pembiacaran via darat mereka jadi lebih akrab. Dari pertemuan itu akhirnya dilanjutkan dengan pertemuan berikutnya.

 Hingga akhirnya si lelaki tersebut telah berhasil menawan hatinya. Sang suami yang menasehati agar ia tidak lama-lama main internet tidak digubrisnya. Akhirnya suami wanita ini menjual komputer tersebut karena kesal nasehatnya tidak di dengar, lalu apa yang terjadi ?? Langkah itu (menjual komputer) membuat marah sang istri yang akhirnya ia pun meminta cerai dari suaminya. Sungguh ia masih teringat percakapan manis dengan laki-laki tersebut yang menyatakan bahwa ia sangatlah mencintai dirinya, dan ia berjanji akan menikahinya apabila ia bercerai dari suaminya.

 Sang suami yang sangat mencintai istrinya tersebut tentu saja menolak keputusan cerai itu. Karena terus didesak sang istri akhirnya ia pun dengan berat hati menceraikan istrinya. Sungguh betapa hebatnya fitnah lelaki itu. Singkatnya setelah ia selesai cerai dengan suaminya ia pun menemui lelaki tersebut dan memberitahukan kabar gembira tentang statusnya sekarang yang telah menjadi janda. Lalu apakah si lelaki itu mau menikahinya sebagaimana janjinya???

 Ya ukhti muslimah dengarlah penuturan kisah tragis ini, … dengan tegasnya si lelaki itu berkata, “Tidak!! Aku tidak mau menikahimu! Aku hanya mengujimu sejauh mana engkau mencintai suamimu,ternyata engkau hanyalah seorang wanita yang tidak setia kepada suami. Dan, aku takut bila aku menikahimu nantinya engkau tidak akan setia kepadaku! Bukan ,..bukan..wanita sepertimu yang aku cari, aku mendambakan seorang istri yang setia dan taat kepada suaminya..!”

 Lalu ia pun berdiri meninggalkan wanita ini, .. sang wanita dengan isak tangis yang tidak tertahan inipun akhirnya menemui ustadz tadi dan menceritakan Kisahnya…. Ia pun merasa malu untuk meminta rujuk kembali dengan suaminya yang dulu … mengingat betapa buruknya dia melayani suaminya dan telah menjadi istri yang tidak setia.

--------------------------------------------------------------

 Jika seseorang betul-betul merenungkan kisah di atas, tentu saja dia akan menggali beberapa pelajaran berharga. Itulah di antara bahaya chatting dengan lawan jenis yang tidak mengenal adab dalam bergaul. Lihatlah akibat chatting dengan lawan jenis, di sana bisa terjadi perceraian antara kedua pasangan tersebut disebabkan si istri memiliki hubungan dengan pria kenalannya di dunia maya.

 Di pelajaran lainnya adalah hendaknya selalu ada pengawasan dari kepala keluarga terhadap anggota keluarganya. Kepala keluarga seharusnya dapat memberikan batasan terhadap pergaulan anggota keluarganya termasuk istrinya, apalagi dalam masalah penggunaan internet. Inilah pelajaran yang mesti diperhatikan oleh seorang suami sebagai kepala keluarga.

 Adapun untuk anggota keluarga yaitu istri dan anak, hendaklah mereka selalu merasa mendapatkan pengawasan dari Allah subahanahu wa ta’ala. Hendaklah mereka meyakini bahwa Allah Ta’ala mengetahui segala yang nampak maupun yang tersembunyi. Sehingga Allah mengetahui segala apa yang mereka lakukan. Karena Allah-lah Maha Mengetahui dan Maha Melihat dengan sifat kesempurnaan. Tentu saja sikap selalu merasa penjagaan dari Allah ini bisa muncul jika seseorang telah dibekali dengan aqidah dan tauhid yang benar. Itulah pentingnya pendidikan aqidah pada keluarga.

 Selain itu pula, istri mesti diluruskan tatkala dia berada dalam kekeliruan. Istri mesti diluruskan dengan lemah lembut dan harus berhati-hati dalam menasehatinya. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

 وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا ، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَىْءٍ فِى الضِّلَعِ أَعْلاَهُ ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا

 “Bersikaplah yang baik terhadap wanita karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk tersebut adalah bagian atasnya. Jika engkau memaksa untuk meluruskan tulang rusuk tadi, maka dia akan patah. Namun, jika kamu membiarkan wanita, ia akan selalu bengkok, maka bersikaplah yang baik terhadap wanita.” (HR. Bukhari no. 5184)

 Juga perlu diketahui bahwa kerusakan yang terjadi akibat chatting di atas bukanlah bisa terjadi hanya pada wanita. Kerusakan semacam itu pun sebenarnya dapat terjadi pada laki-laki. Oleh karena itu, perlu sekali diberitahukan kepada pembaca sekalian beberapa adab-adab yang mesti diperhatikan ketika bergaul dengan lawan jenis. Karena tidak memperhatikan beberapa adab berikut inilah terjadi keretakan rumah tangga atau mungkin bagi yang belum menikah pun bisa terjadi kerusakan dengan terjerumus dalam perantara-perantara menuju zina atau bahkan bisa terjerumus dalam zina. Na’udzu billahi min dzalik.

 Beberapa Adab yang Mesti Diperhatikan dalam Pergaulan dengan Lawan Jenis (Yang Bukan Mahrom)

 Pertama, menjauhi segala sarana menuju zina

 Allah Ta’ala berfirman,

 وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

 “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ [17] : 32)

 Kedua, selalu menutup aurat

 Allah Ta’ala berfirman,

 يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

 “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59)

 Ketiga, saling menundukkan pandangan

 Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman,

 قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ

 “Katakanlah kepada laki – laki yang beriman :”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24] : 30 )

 Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman,

 وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

 “Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24] : 31)

 Keempat, tidak berdua-duaan

 Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ

 “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)

 Kelima, menghindari bersentuhan dengan lawan jenis

 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

 “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)

 Keenam, tidak melembutkan suara di hadapan lawan jenis

 Allah Ta’ala berfirman,

 يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا

 “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu melembutkan pembicaraan sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit (syahwat) dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab: 32). Perintah ini berlaku bukan hanya untuk istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun juga berlaku untuk wanita muslimah lainnya.

 Lalu bagaimana dengan adab chatting dengan lawan jenis? Hal ini dapat pula kita samakan dengan telepon, SMS, pertemanan di friendster dan pertemanan di facebook.

 Jawabnya adalah sama atau hampir sama dengan adab-adab di atas.

 Pertama, jauhilah segala sarana menuju zina melalui pandangan, sentuhan dan berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahrom.

 Kedua, tutuplah aurat di hadapan bukan mahrom.

 Sehingga seorang muslimah tidak menampakkan perhiasan yang sebenarnya hanya boleh ditampakkan di hadapan suami. Contoh yang tidak beradab seperti ini adalah berbusana tanpa jilbab atau bahkan dengan busana yang hakekatnya telanjang. Inilah yang banyak kita saksikan di beberapa foto profil di FB atau friendster. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka.

 Ketiga, tundukkanlah pandangan.

 Bagaimana mungkin bisa saling menundukkan pandangan jika masing-masing orang memajang foto di hadapan lawan jenisnya? Wanita memamerkan fotonya di hadapan pria. Mungkinkah di sini bisa saling menundukkan pandangan? Oleh karena itu, alangkah baiknya jika foto profil kita bukanlah foto kita, namun dengan foto yang lain yang bukan gambar makhluk bernyawa. Tujuannya adalah agar foto wanita tidak membuat fitnah (godaan) bagi laki-laki, begitu pula sebaliknya. Di antara bentuk menundukkan pandangan adalah janganlah menggunakan webcam selain dengan sesama jenis saja ketika ingin melakukan obrolan di dunia maya.

 Keempat, hati-hatilah dengan berdua-duaan bersama lawan jenis yang bukan mahrom.

 Jika seorang pria dan wanita melakukan pembicaraan via chatting, telepon atau sms –tanpa ada hajat (keperluan)-, itu sebenarnya adalah semi kholwat (semi berdua-duaan). Apalagi jika di dalamnya disertai dengan kata-kata mesra dan penuh godaan sehingga membangkitkan nafsu birahi. Dan jika memang ada pembicaraan yang dirasa perlu antara pria dan wanita yang bukan mahrom, maka itu hanya seperlunya saja dan sesuai kebutuhan. Jika tidak ada kebutuhan lagi, maka pembicaraan tersebut seharusnya dijauhi agar tidak terjadi sesuatu yang bisa menjurus pada yang haram.

 Kelima, janganlah melembutkan atau mendayu-dayukan suara atau kata-kata di hadapan lawan jenis.

 Penyimpangan dalam adab terakhir ini, kalau diterapkan dalam obrolan chatting adalah dengan kata-kata yang lembut atau mendayu-dayu dari wanita yang menimbulkan godaan pada pria. Contoh menggunakan kata-kata yang sebenarnya layak untuk suami istri seperti “sayang”, dsb.

 Jika setiap muslim mengindahkan adab-adab di atas, maka tentu saja dia tidak akan terjerumus dalam perbuatan dosa dan tidak akan mengalami hal yang serupa dengan kisah di atas dengan izin Allah.

 Kami ingatkan pula bahwa tulisan ini bukanlah hanya kami tujukan kepada kaum hawa saja, namun kami juga tujukan pada para pria agar mereka juga memperhatikan adab-adab di atas. Jadi janganlah tulisan ini dijadikan sebagai sarana untuk memojokkan wanita atau para istri, namun hendaklah dijadikan nasehat untuk bersama.

 Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan sifat ketakwaan, memberi kita petunjuk dan kecukupan. Semoga Allah melindungi dan menjaga keluarga kita dari hal-hal yang haram dan mendatangkan murka Allah.
Semoga risalah ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin.
Wa shallallahu wa sallamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Walhamdulillahir rabbil ‘alamin.

 ***

17 Oktober 2011

Kekufuran Istri Berbuah Petaka

Panas setahun dihapus hujan sehari. Ungkapan ini terasa pas untuk menggambarkan bagaimana sikap kebanyakan istri terhadap suaminya. Kebaikan suami yang demikian banyak, berubah menjadi tak bernilai ketika suami berbuat salah. Sikap enggan untuk mensyukuri kebaikan suami ini termasuk penyebab mayoritas penghuni neraka adalah wanita.

Merupakan satu anugerah dari Allah, ketika seorang wanita dipertemukan dengan pasangan hidupnya dalam satu jalinan kasih yang suci. Hal ini sebagai satu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Sang Khaliq.

 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kalian pasangan hidup dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar-Rum: 21)

Apatah lagi bila pendamping hidup itu seorang yang shalih, yang akan memuliakan istrinya bila bersemi cinta di hatinya, namun kalau toh cinta itu tak kunjung datang maka ia tak akan menghinakan istrinya.
Merajut dan menjalin tali pernikahan agar selalu berjalan baik tidak bisa dikatakan mudah bak membalik kedua telapak tangan, karena dibutuhkan ilmu dan ketakwaan untuk menjalaninya. Seorang suami butuh bekal ilmu agar ia tahu bagaimana menahkodai rumah tangganya. Istripun demikian, ia harus tahu bagaimana menjadi seorang istri yang baik dan bagaimana kedudukan seorang suami dalam syariat ini. Masing-masing punya hak dan kewajiban yang harus ditunaikan agar jalinan itu tidak goncang ataupun terputus.

Syariat menetapkan seorang suami memiliki hak yang sangat besar terhadap istrinya, sampai-sampai bila diperkenankan oleh Allah, Rasulullah SAW akan memerintahkan seorang istri sujud kepada suaminya.

Abdullah ibnu Abi Aufa bertutur : Tatkala Mu’adz datang ke negeri Yaman atau Syam, ia melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada para panglima dan petinggi gereja mereka. Maka ia memandang dan memastikan dalam hatinya bahwa Rasulullah SAW adalah yang paling berhak untuk diagungkan seperti itu. Ketika ia kembali ke hadapan Rasulullah SAW, ia berkata: “Ya Rasulullah, aku melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada para panglima dan petinggi gereja mereka, maka aku memandang dan memastikan dalam hatiku bahwa engkaulah yang paling berhak untuk diagungkan seperti itu.” Mendengar ucapan Mu’adz ini, bersabdalah Rasulullah SAW :

 “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain (sesama makhluk) niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya. Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Allah SWT terhadapnya hingga ia menunaikan seluruh hak suaminya terhadapnya. Sampai-sampai jika suaminya meminta dirinya (mengajaknya bersenggama) sementara ia sedang berada di atas pelana (yang dipasang di atas unta) maka ia harus memberikannya (tidak boleh menolak).” (HR. Ahmad 4/381. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5295 dan Irwa Al-Ghalil no. 1998)

 Satu dari sekian hak suami terhadap istrinya adalah disyukuri akan kebaikan yang diperbuatnya dan tidak dilupakan keutamaannya.
 Namun disayangkan, di kalangan para istri banyak yang melupakan atau tidak tahu hak yang satu ini. Hingga kita dapati mereka sering mengeluhkan suaminya, melupakan kebaikan yang telah diberikan dan tidak ingat akan keutamaannya. Yang lebih disayangkan, ucapan dan penilaian miring terhadap suami ini kadang menjadi bahan obrolan di antara para wanita dan menjadi bahan keluhan sesama mereka. Padahal perbuatan seperti ini menghadapkan si istri kepada kemurkaan Allah dan adzab yang pedih.
 Perbuatan tidak tahu syukur ini merupakan satu sebab wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, sebagaimana diberitakan Nabi SAW seselesainya beliau dari Shalat Kusuf (Shalat Gerhana):

 “’Diperlihatkan neraka kepadaku. Ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita yang kufur (1).’ Ada yang bertanya kepada beliau: ‘Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?’ Beliau menjawab: ‘(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang dari mereka satu masa, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata: ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)

 Al-Qadhi Ibnul ‘Arabi  berkata: “Dalam hadits ini disebutkan secara khusus dosa kufur/ ingkar terhadap suami di antara sekian dosa lainnya karena Nabi SAW telah menyatakan: ‘Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain (sesama makhluk) niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya’.
Nabi SAW menggandengkan hak suami terhadap istri dengan hak Allah. Maka bila seorang istri mengkufuri/ mengingkari hak suaminya, sementara hak suami terhadapnya telah mencapai puncak yang sedemikian besar, hal itu sebagai bukti istri tersebut meremehkan hak Allah. Karena itulah diberikan istilah kufur terhadap perbuatannya akan tetapi kufurnya tidak sampai mengeluarkan dari agama.” (Fathul Bari, 1/106)

Rasulullah SAW juga mengisahkan: “Aku berdiri di depan pintu surga, ternyata kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang miskin, sementara orang kaya lagi terpandang masih tertahan (untuk dihisab) namun penghuni neraka telah diperintah untuk masuk ke dalam neraka2, ternyata mayoritas yang masuk ke dalam neraka adalah kaum wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5196 dan Muslim no. 2736)

 Pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, Rasulullah SAW keluar menuju lapangan untuk melaksanakan shalat. Setelah itu, beliau berkhutbah dan ketika melewati para wanita beliau bersabda: “Wahai sekalian wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah istighfar (meminta ampun) karena sungguh diperlihatkan kepadaku mayoritas kalian adalah penghuni neraka.” Berkata salah seorang wanita yang cerdas: “Apa sebabnya kami menjadi mayoritas penghuni neraka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami. Aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya namun dapat menundukkan lelaki yang memiliki akal yang sempurna daripada kalian.” Wanita itu bertanya lagi: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kurang akal dan kurang agama?”. “Adapun kurangnya akal wanita ditunjukkan dengan persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki. Sementara kurangnya agama wanita ditunjukkan dengan ia tidak mengerjakan shalat dan meninggalkan puasa di bulan Ramadhan selama beberapa malam (yakni saat ditimpa haidh).” (HR. Al-Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79)

 Di sisi lain Nabi SAW mengabarkan dalam sabdanya:

 “Minoritas penghuni surga adalah kaum wanita.” (HR. Muslim no. 2738)
 Oleh karena itu, tidak pantas bagi seorang wanita yang mencari keselamatan dari adzab untuk menyelisihi suaminya dengan mengkufuri kenikmatan dan kebaikan yang telah banyak ia curahkan. Ataupun banyak mengeluh hanya karena sebab sepele yang tak sebanding dengan apa yang telah ia persembahkan untuk anak dan istrinya. Sepatutnya bila seorang istri melihat dari suaminya sesuatu yang tidak ia sukai atau tidak pantas dilakukan, janganlah ia mengkufuri dan melupakan seluruh kebaikannya. Sungguh, bila seorang istri tidak mau bersyukur kepada suami, sementara suaminya adalah orang yang paling banyak dan paling sering berbuat kebaikan kepadanya, maka ia pun tidak akan pandai bersyukur kepada Allah SWT, Dzat yang terus mencurahkan kenikmatan dan menetapkan sebab-sebab tersampaikannya kenikmatan pada setiap hamba.

 Abu Hurairah r.a menyampaikan sabda Nabi SAW:

 “Siapa yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, maka ia tidak akan bersyukur kepada Allah.” (HR. Abu Dawud no. 4177 dan At-Tirmidzi no. 2020, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil menurut syarat Muslim, dalam Ash-Shahihul Musnad, 2/338)

 Al-Khaththabi berkata: “Hadits ini dapat dipahami dari dua sisi.
 Pertama: orang yang tabiat dan kebiasaannya suka mengingkari kenikmatan yang diberikan kepadanya dan enggan untuk mensyukuri kebaikan mereka maka menjadi kebiasaannya pula mengkufuri nikmat Allah SWT dan tidak mau bersyukur kepada-Nya.
 Kedua: Allah tidak menerima rasa syukur seorang hamba atas kebaikan yang Dia curahkan apabila hamba tersebut tidak mau bersyukur (berterima kasih) terhadap kebaikan manusia dan mengingkari kebaikan mereka, karena berkaitannya dua hal ini.” (‘Aunul Ma’bud, 13/114)

 Adapun Al-Qadhi mengatakan tentang hadits ini: “(Nabi SAW menyatakan demikian) bisa jadi karena mensyukuri Allah SWT hanya bisa sempurna dengan patuh kepada-Nya dan melaksanakan perintah-Nya. Sementara di antara perkara yang Dia perintahkan adalah berterima kasih kepada manusia yang menjadi perantara tersampaikannya nikmat-nikmat Allah kepadanya. Maka orang yang tidak patuh kepada Allah dalam hal ini, ia tidak menunaikan kesyukuran atas kenikmatan-Nya. Atau bisa pula maknanya, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia yang telah memberikan dan menyampaikan kenikmatan kepadanya, padahal ia tahu sifat manusia itu sangat senang mendapatkan pujian, ia menyakiti si pemberi kebaikan dengan berpaling dan mengingkari apa yang telah diberikan, maka orang seperti ini akan lebih berani meremehkan sikap syukur kepada Allah, yang sebenarnya sama saja bagi-Nya antara kesyukuran dan kekufuran3.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/74).

 Sepantasnya bagi seorang istri yang mencari keselamatan dari adzab Allah untuk mencurahkan seluruh kemampuannya dalam menunaikan hak-hak suami, karena suaminya adalah jembatan untuk meraih kenikmatan surga atau malah sebaliknya membawa dirinya ke jurang neraka. Al-Hushain bin Mihshan   menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi SAW karena satu keperluan dan setelah selesai dari keperluan tersebut, Rasulullah SAW bertanya kepadanya:

 “Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi. Ia menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah SAW bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu saat bergaul dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad 4/341. Penulis Jami’ Ahkamin Nisa berkata: hadits ini hasan, 3/430)

 Saudariku, janganlah engkau sakiti suamimu dengan tidak mensyukuri apa yang telah diberikannya. Ingatlah, suamimu hanya sementara waktu menemanimu di dunia, kemudian dia akan berpisah denganmu dan berkumpul dengan para bidadari surga yang murka kala engkau menyakitinya. Nabi SAW menyatakan hal ini dalam sabdanya:

 “Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia kecuali hurun ‘in (4) (bidadari-bidadari surga) yang menjadi istri si suami di surga berkata: “Jangan engkau menyakitinya, qatalakillah (5), karena dia di sisimu hanyalah sebagai tamu dan sekedar singgah, hampir-hampir dia akan berpisah denganmu untuk bertemu dengan kami.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah no. 204. Penulis Bahjatun Nazhirin berkata: Sanad hadits ini shahih, 1/372)
-------------------------------------

 1. Yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur ashghar (kufur kecil) yaitu kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari keimanan. Pelakunya tetap seorang muslim namun karena dosa yang diperbuat, ia pantas mendapatkan siksa di dalam neraka meski tidak kekal di dalamnya sebagaimana pelaku kufur akbar (kufur besar). Kufur ini yang diistilahkan kufrun duna kufrin. Al-Qadhi Abu Bakar ibnul ‘Arabi berkata dalam syarahnya sebagaimana dinukil oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-’Asqalani: “Maksud penulis (Al-Imam Al-Bukhari) membawakan hadits ini (dalam kitab Al-Iman bab Kufranil ‘Asyir wa Kufrin duna Kufrin) adalah untuk menerangkan bahwa sebagaimana ketaatan itu diistilahkan dengan iman. Demikian pula perbuatan maksiat diistilahkan kufur. Namun kufur yang disebutkan dalam hadits ini bukan kufur yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.” (Fathul Bari, 1/106)
 Al-Imam An-Nawawi   menyatakan bolehnya memberikan istilah kufur kepada orang yang mengkufuri/ mengingkari hak-hak orang lain terhadapnya, sebagai satu celaan bagi si pelaku walaupun ia tidak kafir kepada Allah SWT. (Syarah Shahih Muslim, 6/213)

 2. Maknanya: orang kaya yang pantas masuk neraka karena kekafiran atau kemaksiatannya, telah masuk ke dalam neraka. (Syarah Shahih Muslim, 17/53)

 3. Yakni Allah tidak rugi dan tidak ada yang berkurang dari kerajaan-Nya bila ia dikufuri, sebaliknya Allah tidak mendapat untung dan tidak pula bertambah pemilikan-Nya bila ia disyukuri. Sama saja baginya antara disyukuri dan dikufuri, tidak menambah dan tidak mengurangi sedikitpun apa yang ada pada-Nya.

 4. Al-Hur jamak dari Al-Haura, yaitu wanita-wanita penduduk surga, yang lebar matanya, bagian yang putih dari matanya sangatlah putih, sementara bola matanya sangatlah hitam. (Tuhfatul Ahwadzi, 4/283-284)

 5. Qatalakillah maknanya semoga Allah membunuhmu, melaknatmu atau memusuhimu. Namun maknanya bisa untuk menyatakan keheranan dan bukan dimaksudkan agar perkara tersebut terjadi.